[CERPEN] INI JALANKU. AYAH, BUNDA
doc. Google.com |
Ini jalanku Ayah,Bunda. Aku hanya meminta satu hal saja,restui dan ridhoi langkah yang kutempuh ini. Aku ingin buktikan pada Ayah dan Bunda jika langkahku ini pasti akan menghasilkan keberhasilan. “Keridhoan Allah itu terletak pada keridhoan kedua orangtua”
“ Selamat sore pemirsa,bertemu lagi bersama saya Cahya
Avicena dalam Warta Berita Sore”. Kalimat yang tak akan asing lagi dalam benak
dan pikirku,kalimat yang selalu kuucapkan bila telah tiba waktuku untuk
menyiarkan berita pada masyarakat Indonesia.
Tak
pernah sebelumnya terbayang olehku,bila aku akan selalu hadir di layar televisi
seperti saat ini. Yang terbayang olehku dahulunya,dengan mengenakan baju putih
kebangsaan para Dokter kuemban tugas sosial kemanusiaan, stetoskop terlingkar di leher sebagai tanda profesiku saat
itu,dalam pelayanan kuberikan senyuman terhangat pada para pasienku.
Jangankan
bayangan lama,sebuah nama yang diberikan oleh ayah dan bunda padaku menjadi
sebuah pikiran tersendiri padaku sejak aku mengetahui bahwa “Avicena” adalah
seorang tokoh penemu ilmu kesehatan. Bahkan saat profesi jurnalis telah
kugenggam beban pikiran itu tak pernah mampu kuhapus.
Ya,
itu hanyalah seputaran permainan daya khayal masa kecilku dulu. Semakin
bertambah usiaku semakin kutakut menggapai cita-cita menjadi seorang Dokter
penolong,entah kenapa itu terjadi. Harus kuakui,aku cukup memberikan tamparan
yang keras pada kedua orangtuaku.
Orangtua
mana yang tak ingin melihat anaknya sukses,mengharumkan nama keluarga dengan
bersandangkan gelar Dokter. Itu prinsip kedua orangtuaku,namun tidak berlaku
untukku. Banyak cara selain menjadi Dokter untuk mengharumkan nama keluarga,aku
punya cara tersendiri menggambarkan itu semua Ayah,Bunda.
**********************************************************
Ini
sudah ketiga kalinya aku mengikuti tes perguruan tinggi. Namun tak kunjung
membuahkan hasil yang dapat kubanggakan. Aku benar-benar telah mempermalukan
kedua orangtuaku dan aku akan tetap kukuh dengan pendirianku. Jujur rasa malu telah bergelayut dibahuku ini,aku malu pada
teman,orangtua dan keluargaku. Lagi-lagi
secuil hati kecilku ini memberikan rasa percaya diri dan optimis untuk tetap
menjalani segala ujian ini. Benar-benar ujian yang amat berat bagiku,melebihi
Ujian Nasional yang baru usai beberapa minggu yang lalu kutempuh.
Hari
ini,aku akan mendaftar mengikuti tes perguruan tinggi yang keempat kalinya
segala usaha dan do’a telah kucurahkan, ini semua kehendak yang kuasa aku cukup
berpikir positif dan terus menjalani ini semua. Bersama Rindu,kunikmati waktu bersama
dengannya dan menjauh dari bayangan ketakutan bila aku ternyata tidak lulus
kembali pada tes keempat kalinya ini.
“
Bagaimana Cahya,kamu akan mengikuti tes keempat kalinya ini? “ tanya Rindu
Sahabat setiaku dan benar-benar setia. Ia telah lulus tes perguruan tinggi pada
tes pertama dan ia dengan setianya selalu menemaniku kapanpun saat aku
menjalani tes perguruan tinggi. Aku beruntung memilikimu Rindu Safira
“
Tentu Rindu,aku tak punya pilihan lain selain tetap mengikuti tes yang keempat
kalinya ini” jawabku padanya,sejenak aku terdiam. “ Rindu,apakah aku salah tidak
mengikuti kehendak kedua orangtuaku sehingga membuatku tak kunjung lulus pada
tes perguruan tinggi ini” tanyaku padanya.
“
Astaga Cahya,apa yang kau katakan. Orangtua pasti akan menyetujui apapun
kehendak anaknya” jawab Rindu. Aku tahu ia pasti sedikit kesal karena aku
mempertanyakan yang bukan-bukan padanya.
“
Aku tahu Rindu,namun cobalah kau lihat” ucapanku terputus,sedikit mencoba menetralkan
suasana yang mulai memanas ini. “ Kau lihatlah Rindu hingga kini aku tak kunjung lulus dalam tes.
Kau telah lulus dari seleksi pertama tentu kau tak merasakan bagaimana bila kau
di posisiku saat ini” dan kali ini tangisku
pecah,aku benar-benar tak tahan.
Emosi
dan kesedihanku memuncak. Rindu memelukku,membiarkan aku menangis dalam
dekapannya. Kulepaskan semua emosi dan kesedihanku ini dengan uraian airmata
ini. Rindu tak menanggapi sikapku ini,ia hanya membelai lembut kepalaku yang
terselubungi oleh jibab putih yang kukenakan. Ia membiarkanku membasahi pasmina
kuning yang ia kenakan.
Tak
kupedulikan orang disekitarku yang berada di cafe ini,aku benar-benar marah dan
sedih. Mau berkata apa mereka terserah mereka yang kuinginkan saat ini hanya
satu,aku ingin lulus perguruan tinggi itu saja.
********************************************************
Dua
hari lagi,aku akan menjalani tes perguruan tinggi keempat kalinya. Awalnya
kepalaku ini rasanya ingin pecah dan meledak. Kenapa tidak, beratus-ratus kali
telah kuulang soal-soal yang terdapat di buku panduan ini.
Sebelum
tidur,kusempatkan sejenak mengirim pesan kepada kedua orangtuaku di Bengkalis.
Ya sejak merantau ke kota Pekanbaru setamat dari sekolah dasar membuatku selalu
berjauhan dari kedua orangtuaku. Bersama kesunyian malam,perlahan airmataku ini
memberikan belaian lembut pada pipiku,jujur hatiku ini rapuh aku butuh
sandaran. Sambil terus mengetikkan pesan di ponsel untuk kusampaikan
kegundahanku malam ini pada mereka.
Assalamualaikum. Bunda bagaimana
kabarmu? Sehat saja bukan. Nda dua hari lagi Cahya akan mengikuti tes perguruan
tinggi,do’ain Cahya Nda,Yah. Cahya mohon do’a restu dari Bunda dan Ayah agar
tes Cahya kali ini membuahkan hasil. Cahya tak bermaksud mempermalukan Bunda
dan Ayah karena hingga kini,Cahya belum juga lulus pada tes perguruan tinggi.
Cahaya mohon Nda,Yah restui dan ridhoi langkah yang Cahya tempuh ini. Wassalam.
Pesan dikirim.
*******************************************
“
Kamu siap untuk tes pagi ini Ca ? “ suara Rindu membuyarkan lamunanku pagi itu.
“
Ya,siap tidak siap pastinya aku akan siap Rindu” jawabku. Kurapikan segala
perlengkapan tes yang kuperlukan.
Rindu
akan mengantarkanku tes pagi ini,sepanjang perjalanan segala cara dilakukannya
untuk menghiburku dan aku hanya berusaha tersenyum. Kusempatkan sejenak
menggoreskan tinta pena Pooh yang kumiliki di buku harian ungu yang selalu
setia menemani hari-hariku,selain Rindu tentunya.
Ini jalanku Nda,Yah. Aku hanya
meminta satu hal saja,restui dan ridhoi langkah yang kutempuh ini. Aku ingin
buktikan pada Ayah dan Bunda jika langkahku ini pasti akan menghasilkan
keberhasilan. “ Ridhollahha waridho walidaini”.
Apapun
hasil pada tes yang kuikuti kali ini,aku ikhlas dan pasrah. Namun pikiran
positif tetap ada pada diriku. Aku ingat jelas pesan kedua orangtuaku pagi
ini,sebelum aku berangkat tes,mereka menghubungiku dengan maksud berusaha
mencoba menghiburku.
“
Ayah tahu nak,menjadi Dokter itu hanya mimpi masa kecilmu dulu. Bila memang
kamu merasa tak mampu menjalani itu,Ayah dan Bunda ikhlas dan ridho apapun
pilihan yang kamu inginkan nak. Hanya satu pesan kami,bila kamu memilih jalanmu
sendiri buktikan pada kami hasil dari jalan yang kamu pilih itu” ucap ayah dan
membuatku tak mampu membendung rasa haru ini. Akhirnya kedua orangtuaku
memberikanku jalan untuk merintis jalanku sendiri.
Aku
janji Yah,Nda. Aku pasti akan buat kalian bangga,percayalah padaku. Apapun akan
kulakukan asal itu membuat kalian tersenyum dan kalian selalu membakar
semangatku ini.
********************************************
“
Bagaimana kabarmu hari ini Nak? Sehat sajakan. Ayah lihat wajahmu sedikit
kurang sehat sore ini saat siaran” tanya Ayah. Setelah makan malam Ayah selalu
menghubungiku. Jelas saja,sekarang aku tinggal lebih jauh dari mereka,tentu
mereka menjadi semakin rindu padaku. Anaknya yang cukup keras kepala ini.
“
Oh,tidak Yah. Itu hanya penglihatan Ayah saja. Aku sehat saja hari ini,Ayah
lebih mempercayai wajahku di siarankah dari pada langsung dari anakmu ini ?” aku balik bertanya
pada Ayah.
“
Hoo,tidak Cahya. Tentu saja Ayah percaya padamu sayang. Tidakkah kamu rindu
pada kami di sini Nak ? Rindu dan Bundamu menitip salam untukmu” . ucap Ayah
kembali.
Wah
tentu saja aku merindukan kalian semua. Aku rindu Ayah,Bunda,Ddikku dan khususnya
sahabat sejatiku Rindu. Meski berjauhan kami tetap selalu saling merindu
seperti namanya yang membuatku selalu merindukannya.
Kupuaskan
bertukar cerita pada Ayah malam ini,kukisahkan bagaimana keseharianku di sini.
Menjadi seorang jurnalis yang kuidam-idamkan. Semangatku selalu terbakar bila
bertukar cerita dengan Ayah dan Bundaku. Aku bangga pada mereka,meski aku
sempat kecewa dan marah pada mereka. Aku memvonis mereka yang membuatku tak
kunjung lulus pada tes perguruan tinggiku.
Namun
Tuhan sang Kuasa memiliki beribu masalah yang diberikan pada hambanya dan sang
Kuasa pula yang memberikan hambanya akal pikiran serta kesabaran bagi hambanya
agar mampu menyelesaikan masalahnya itu.
Yah,Nda. Maafkan aku karena tak
mampu membuatmu tersenyum dengan mengenakan baju putih kebangsaan para dokter.
Kumiliki cara tersendiri untuk membuatmu tersenyum dan bangga padaku. Maafkan
aku karena sempat marah dan memberontak padamu,tapi ini semua karena aku yakin
aku sedang mendewasakann diriku ini. Salam hangat dan rindu untuk keluargaku di
Riau.
Jakarta
Selatan,2013.
Anisha Hakim, terbit via Xpresi Riaupos,Minggu 25 Agustus 2013
Anisha Hakim, terbit via Xpresi Riaupos,Minggu 25 Agustus 2013