JAUH DARI RUMAH? WHY NOT!
Kenapa lanjutin kuliah di Surabaya??
Sebenarnya ini pertanyaan yang hampir
ditanyakan setiap orang yang aku temui di Surabaya. Baik itu teman kelas, teman
komunitas, atau bahkan dosen. Keingat ketika tes wawancara PPMB Unair dan
ketika itu interviewernya pak Dr. Yayan Sakti Suryandaru, S.Sos, M.Si,
pertanyaan pertama yang ditanyakan “kok mau kuliah sampai ke Surabaya?”
Sebenarnya aku tidak terlalu
mempersulit hidupku sendiri dengan jarak jauh atau dekatnya tempatku bersekolah
dengan kampung halaman. Dari tamat Sekolah Dasar udah dilepas untuk sekolah di
asrama yang jarak tempuhnya lebih kurang enam jam dari rumah. Ketika rindu kamu
napain? Ya palingan berdo’a plus nangis sambil bilang “ma, rindu” that’s it. Bahkan
sampai pendidikan strata satu aku juga tinggal di kota yang sama. Tidak semakin
jauh dengan keluarga ataupun semakin dekat.
Dan lama kelamaan rindu bukan jadi
penghalang untuk aku melanjutkan pendidikan. Setelah patah hati belum diterima
di kampus yang diimpikan pada strata satu, aku coba lagi untuk kejar mimpi itu
di strata dua. Ya terkadang memang apa yang kita inginkan belum tentu itu yang
kita butuhkan. Ternyata masih gagal dan aku kembali ke kota asalku untuk mulai
menjadi seorang pekerja bukan mahasiswa lagi.
“Apa yang kita inginkan belum tentu yang kita butuhkan”
Satu tahun berlalu, masih dengan
mimpi dan resolusi yang sama. Coba lagi dan coba lagi, masih dalam status
sebagai seorang pekerja, aku kembali ke Jakarta untuk mengikuti tes SIMAK UI. Ambisiku
ingin satu almamater dengan ayah jadi kuupayakan untuk bisa masuk di UI. Dan lagi
ternyata di sini bukan rejekiku, baiklah aku masih lanjut bekerja lagi.
Masih menikmati masa-masa bekerja
tapi keinginan untuk melanjutkan pendidikan juga masih ada. Beranikan diri
untuk mengikuti tes strata dua di kampus impianku dahulu, Universitas
Padjajaran, and well masih belum rejekiku. Mungkin aku kurang optimal untuk
seleksi masuk, dalam hati seringnya gumam begitu.
“Tapi sebenarnya aku dulu sering bertanya sendiri, melanjutkan pendidikan ini keinginanku atau keinginan orangtuaku ya?”
Selanjutnya kampus ketiga yang akan
aku ikuti, opsiku adalah Universitas Airlangga atau Universitas Gajah Mada. Kenapa
gak konsisten di satu kampus aja? Aku gak mau memaksakan sesuatu yang memang
bukan rejekiku, udah hampir dua kali aku gagal seleksi masuk di kampus itu, ya
bisa jadi karena aku kurang persiapan tapi kembali aku adalah manusia yang
percaya kalau semuanya ini udah ditentuin jalannya sama Tuhan. Jadi aku percaya
kadang apa yang aku inginkan itu belum tentu aku butuhkan, tapi sebaliknya
Tuhan tahu apa yang kita butuhkan.
Doc. Unsplash Dari pengalaman bekerja yang membuatku ingin kuliah lagi |
Mengakhiri masa bekerja di kota
Pekanbaru dan menetap di Jakarta untuk beberapa bulan sambil mengikuti program
magang dari Semua Murid Semua Guru, aku menikmati semua momen transisi ini. Ini
waktunya aku untuk bisa lebih banyak persiapan untuk tes di Unair atau UGM.
Oke, menjawab pertanyaan yang
sebelumnya, melanjutkan pendidikan ini keinginanku sendiri atau keinginan
orangtua? Yups, melanjutkan pendidikan ini keinginanku sendiri plus keinginan
orangtua. Ya meski dengan alasan absurdnya, ayah akan ngizinin aku menikah
kalau aku sudah lulus strata dua, tapi tidak itu seutuhnya jadi alasan utamaku.
Selama masa bekerja di Pekanbarulah yang membuatku optimis melanjutkan
pendidikan lagi, aku dapat banyak pengalaman dari dunia bekerja. Ini pula yang
menjadi salah satu alasanku sekarang melanjutkan pendidikan di Unair dengan
mengambil penjurusan Komunikasi Profesional.
Kembali ke proses seleksi di Unair. Soo
semua persiapan seleksi sudah dipenuhi dan waktunya untuk terbang ke Surabaya.
Ini ceritaku mengikuti seleksi PPMB >> Pengalaman seleksi S2 Unair
. ketika proses seleksi wawancara,
pertanyaan pertama yang ditanyakan oleh interviewer adalah “kenapa kamu mau
kuliah ke surabaya” dan jawabanku adalah
“jauh atau dekatnya kuliah gak jadi
masalah untuk saya pak, selagi keluarga mendukung dan kampus yang saya tuju
terjamin mutunya saya akan usahakan itu semua pak.”
Alasanku memilih Unair karena aku
sudah mempertimbangkan semuanya. Aku melihat bagaimana lulusan Unair bekerja di
segala sektor pekerjaan, ijazah strata dua yang diakui secara internasional,
dosen yang kompeten di bidangnya dan kampusnya yang nyaman. Mungkin secara
penilaiannya lainnya Unair juga punya keunggulan tapi itulah poin kenapa aku
ingin melanjutkan pendidikan ke Unair.
Disaat teman-teman yang dari
perantauan mengalami shock culture dengan lingkungan, aku hampir mengalami
shock culture dari segi pendidikan. Mungkin aku yang terlalu terlena ketika
kuliah di Pekanbaru dulu sehingga ketika sekarang di Surabaya aku harus belajar
dua kali lebih ekstra agar tak tertinggal dari yang lain. Sekalipun ini
perkuliahan strata dua justru kemampuan berbicara yang ada isinya justru jadi
poin keaktifan kita selama proses belajar.
Doc. Unsplash Tuhan memberikan apa yang kita butuhkan bukan yang kita inginkan saja |
Dan di sinilah aku sekarang, sedang
menikmati masa-masa UTS yang banyak akan paper dan persiapan untuk jurnal. Poin
aku obrolin hal ini adalah, jangan takut akan jauh atau dekatnya kampung halaman
dengan tempatmu belajar. Bahkan teman-temanku yang perempuan juga banyak
melanjutkan pendidikan di luar negri dan itu pilihan dan keputusan mereka. Sama
halnya denganku yang memilih untuk memendam mimpiku melanjutkan pendidikan ke
Netherlands dan mengejar mimpiku yang lain.
Banyak jalan untuk bisa melanjutkan
pendidikan, bahkan beasiswa strata dua sudah semakin banyak sekarang. Jadi mulai
pikirkan apa mimpimu yang kamu butuhkan bukan hanya sekedar yang kamu
inginkan saja.
Terima kasih sudah membaca dan semangat pagiiii!!!
Doc. Pribadi Magister student of Media and Communication Airlangga University |