Kamis, 18 Juli 2019






Pasca ratusan purnama ya belum sampai ratusan juga sih akhirnya perkuliahan semester satu usai sudah. Hasil dari perkuliahan semester satu juga sudah diterima selanjutnya menata target yang ingin dicapai di semester selanjutnya. perantau memang terkadang banyak dramanya ya. 

Flashback kembali ke enam bulan yang sudah aku lalui sebagai mahasiswa Unair. Dengan kesibukan yang full pendidikan, sesekali ikut kegiatan komunitas, atau sekedar liburan ke luar kota terdekat dan rutinitas lainnya, aku ingin menceritakan kembali jatuh bangun belajar di Pulau Jawa. Seperti yang sudah pernah aku ceritakan di tulisan sebelumnya, jika kebanyakan perantau mungkin akan mengalami shock culture lingkungan aku justru mengalami shock culturependidikan. Mungkin ini efek dari aku yang sedikit menyepelekan cara pembelajaran di pendidikanku sebelumnya, bukan menyepelekan juga tapi lebih kepada aku yang terlalu menganggap santai. Maka di Unair aku harus siap belajar dua kali lebih ekstra, makna belajar di sini bukan berarti aku terus-terusan ke perpustakaan setiap hari tapi aku harus belajar banyak hal bukan hanya saat di kelas tapi juga belajar pada orang di sekitarku.

Ada usaha ada hasil, kalau dirasa belum maksimal atur ulang strategimu

Ada sesuatu yang harus dikorbankan. Ya itu aku gambarkan sebagai bentuk pengorbanan aku dan teman-teman kelasku. Mayoritas teman kelas adalah pekerja di Surabaya, tentu mereka harus benar-benar mengatur waktu antara pendidikan dan pekerjaan. Akan ada salah satu yang harus mereka korbankan, entah itu pekerjaan mereka atau pendidikan mereka. Sementara aku yang sudah lama melepas pekerjaanku tentu memiliki waktu untuk fokus pada pendidikanku saja. Mungkin melepas pekerjaan ini adalah bentuk pengorbananku. Tapi bukan ini inti dari aku menulis ini semua, yang ingin aku sampaikan adalah kita semua pasti memiliki ambisi dalam hidup kita, ada banyak impian dan target yang ingin kita capai. Di balik itu semua, tentu ada pengorbanan yang harus kita bayar. Pengorbanan itu bisa besar atau kecil kembali pada diri kita sendiri. Pengorbanan bukan bukan hanya tetap melepaskan dan merelakan, tapi seberapa banyak waktu yang kita habiskan untuk mencapai itu. Seberapa banyak biaya yang kita keluarkan atau bahkan seberapa banyak hal-hal yang mungkin hanya kamu sendiri yang tahu. Bukan Tuhan tak ingin memberi dengan instan, tapi bisa saja Tuhan ingin melihat seberapa besar usaha kita untuk mencapai itu semua. Kayak aku sekretarisnya Tuhan aja 

Tak ada hasil yang mengkhianati usaha 

Jadi setelah enam bulan menjadi mahasiswa semester satu dengan jatuh bangun yang sudah aku lalui, aku puas dengan pencapaianku di semester ini. Meski masih ada kekurangan di beberapa hal tapi aku tahu, yang aku terima saat ini adalah hasil usahaku selama enam bulan sebagai mahasiswa Unair. Sebenarnya tidak ada manusia yang puas tapi karena aku adalah tipe manusia yang berusaha untuk bersyukur sekecil apapun rejeki ya aku terima tanpa banyak protes ke Tuhan.  

Dan mungkin ini adalah salah satu drama yang sering dialami perantau. Sebagai perantau mungkin kamu pernah merasakan bagaimana rasanya sedang sakit tapi sedang di rantau? Sendirian tanpa keluarga dekat? Itulah yang aku rasakan ketika menjalani UAS di semester ini. Sakit, jauh dari orangtua dan di Surabaya tak ada keluarga dekat. Tapi aku tetap bersyukur masih dikelilingi dengan orang-orang baik dilingkunganku saat ini, karena mungkin memang merekalah keluarga terdekatku di sini. Thank you ya

Nah kalau kamu punya drama apa aja di rantau?








Ceritanya Nisa . 2017 Copyright. All rights reserved. Designed by Blogger Template | Free Blogger Templates