MERANTAU MEMANG BUTUH USAHA EKSTRA
Pasca ratusan purnama ya belum
sampai ratusan juga sih akhirnya perkuliahan semester satu usai sudah. Hasil dari
perkuliahan semester satu juga sudah diterima selanjutnya menata target yang
ingin dicapai di semester selanjutnya. perantau memang terkadang banyak dramanya ya.
Flashback kembali ke enam bulan
yang sudah aku lalui sebagai mahasiswa Unair. Dengan kesibukan yang full
pendidikan, sesekali ikut kegiatan komunitas, atau sekedar liburan ke luar kota
terdekat dan rutinitas lainnya, aku ingin menceritakan kembali jatuh bangun belajar di Pulau Jawa. Seperti yang sudah pernah aku
ceritakan di tulisan sebelumnya, jika kebanyakan perantau mungkin akan
mengalami shock culture lingkungan aku justru mengalami shock culturependidikan. Mungkin ini efek dari aku yang sedikit menyepelekan cara
pembelajaran di pendidikanku sebelumnya, bukan menyepelekan juga tapi lebih
kepada aku yang terlalu menganggap santai. Maka di Unair aku harus siap belajar
dua kali lebih ekstra, makna belajar di sini bukan berarti aku terus-terusan ke
perpustakaan setiap hari tapi aku harus belajar banyak hal bukan hanya saat di
kelas tapi juga belajar pada orang di sekitarku.
Ada usaha ada hasil, kalau dirasa belum maksimal atur ulang strategimu
Ada sesuatu yang harus
dikorbankan. Ya itu aku gambarkan sebagai bentuk pengorbanan aku dan teman-teman
kelasku. Mayoritas teman kelas adalah pekerja di Surabaya, tentu mereka harus
benar-benar mengatur waktu antara pendidikan dan pekerjaan. Akan ada salah satu
yang harus mereka korbankan, entah itu pekerjaan mereka atau pendidikan mereka.
Sementara aku yang sudah lama melepas pekerjaanku tentu memiliki waktu untuk
fokus pada pendidikanku saja. Mungkin melepas pekerjaan ini adalah bentuk
pengorbananku. Tapi bukan ini inti dari aku menulis ini semua, yang ingin aku
sampaikan adalah kita semua pasti memiliki ambisi dalam hidup kita, ada banyak
impian dan target yang ingin kita capai. Di balik itu semua, tentu ada
pengorbanan yang harus kita bayar. Pengorbanan itu bisa besar atau kecil
kembali pada diri kita sendiri. Pengorbanan bukan bukan hanya tetap melepaskan dan merelakan,
tapi seberapa banyak waktu yang kita habiskan untuk mencapai itu. Seberapa banyak
biaya yang kita keluarkan atau bahkan seberapa banyak hal-hal yang mungkin
hanya kamu sendiri yang tahu. Bukan Tuhan tak ingin memberi
dengan instan, tapi bisa saja Tuhan ingin melihat seberapa besar usaha kita
untuk mencapai itu semua. Kayak aku sekretarisnya Tuhan aja
Tak ada hasil yang mengkhianati usaha
Jadi setelah enam bulan menjadi
mahasiswa semester satu dengan jatuh bangun yang sudah aku lalui, aku puas dengan
pencapaianku di semester ini. Meski masih ada kekurangan di beberapa hal tapi
aku tahu, yang aku terima saat ini adalah hasil usahaku selama enam bulan
sebagai mahasiswa Unair. Sebenarnya tidak ada manusia yang puas tapi karena aku
adalah tipe manusia yang berusaha untuk bersyukur sekecil apapun rejeki ya aku
terima tanpa banyak protes ke Tuhan.
Dan mungkin ini adalah salah satu
drama yang sering dialami perantau. Sebagai perantau mungkin kamu pernah
merasakan bagaimana rasanya sedang sakit tapi sedang di rantau? Sendirian tanpa
keluarga dekat? Itulah yang aku rasakan ketika menjalani UAS di semester ini. Sakit,
jauh dari orangtua dan di Surabaya tak ada keluarga dekat. Tapi aku tetap
bersyukur masih dikelilingi dengan orang-orang baik dilingkunganku saat ini,
karena mungkin memang merekalah keluarga terdekatku di sini. Thank you ya
Nah kalau kamu punya drama apa
aja di rantau?